Menambah Pengetahuan Sambil Berwisata di Objek Wisata Linggajati
Linggajati adalah nama desa yang berada di sekitar 16 Km dari pusat kota Kabupaten Kuningan. Desa yang kini terkenal ke seluruh dunia karena telah menjadi tempat untuk sebuah perundingan antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Belanda. Desa yang damai, aman, sejuk, karena berada dibawah kaki gunung Ciremai, sehingga memikat hati para pelancong yang mencari ketenangan untuk melepas lelah.
Sebagaimana kita ketahui bahwa selain terkenal secara nasional Desa Linggajati juga terkenal juag terkenal secara tradisional. Desa Linggajati berasal dari dua kata yaitu Lingga dan Jati.
Lingga berasal dari nama sebuah batu tempat persinggahan atau tempat beristirahatnya para Sunan yang sedang mendaki ke Gunung Ciremai. Sedangkan Jati berasal dari nama Sunan Gunung Jati yang sedang singgah atau beristirahat di atas batu Lingga tersebut sehingga dinamakan Desa Linggajati.
Linggajati juga merupakan salah satu tempat pariwisata yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan karena pemandangan alamnya yang sangat indah karena berada di kaki gunung Ciremai, juga udaranya yang sangat sejuk. Selain dijadikan tempat wisata Linggajati pun bisa dijadikan tempat untuk menambah wawasan khususnya wawasan tentang sejarah. Berikut ini saya akan mencoba memaparkan sedikit tentang hal-hal yang bisa didapatkan di objek wisata Linggajati dan sejarahnya yang bisa dijadikan pengetahuan sambil berwisata.
1. Benda Peninggalan Sejarah
Terdapatnya dua batu bersejarah yang kemungkinan dipakai tempat duduk para wali pada saat beristirahat dan bermusyawarah. Ada dua batu yaitu :
- Batu yang berada di lokasi sebelah selatan bangunan gedung Balai Desa Linggajati
- Batu Lingga yang berada di pertengahan jalan menuju puncak gunung Ciremai.
2. Letak Geografis
Desa Linggajati berada di wilayah Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat. Desa Linggajati terletak pada ketinggian 400 meter dari permukaan laut. Desa Linggajati yang penduduknya 75%, petani diapit oleh tiga desa yaitu sebelah selatan berbatasan dengan Desa Linggasana, sebelah timur berbatasan dengan Desa Linggamekar, sebelah utara berbatasan dengan Desa Linggaindah dan sebelah barat berbatasan dengan gunung Ciremai. Desa Linggajati mudah dijangkau oleh kendaraan umum baik dari arah Cirebon maupuan dari Kuningan. Dari arah Cirebon ± 25 Km, sedangkan dari arah Kuningan ± 17 Km.
2.1. Sejarah Gedung Perundingan Linggajati
Kecantikan gunung Ciremai keelokan pesona alam dan beningnya air yang memancar di Desa Linggajati, betul-betul telah memikat hati para pelancong yang mencari ketenangan untuk melepas lelah dan lari dari kesibukan sehari-hari. Dan benar kata pujangga, bahwa Tuhan menciptakan tanah Parahyangan ini sambil tersenyum, selain ramah orangnya juga sangat menjunjung tinggi adat dan tradisi budaya Sunda yang terkenal sangat menyentuh dan berestetika.
Siapa tidak kenal Linggajati? Rasanya orang Indonesia pasti kenal Linggajati, karena kaca Linggajati tertulis pada setiap buku pelajaran Sejarah, yang tentunya dibaca oleh setiap anak didik di Indonesia. Jadi tidaklah berlebihan bila Linggajati dikenal secara luas kalaupun hanya segelintir orang, terutama masyarakat Jawa Barat, yang mengetahui lokasi Linggajati di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Itu soal lain, kurangnya informasi? Bisa jadi, ketidakpedulian pada sejarah bangsa mungkin juga.
Padahal tidak sulit untuk menjangkau situs tempat dilangsungkannya perundingan Linggajati pada 10-15 November 1946 itu. Bila kita melintas di ruang pantai utara Jawa Barat, kita tinggal berbelok arah ke selatan keluar di gerbang Ciperna pada ruas tol Palimanan – Kanci (Tol Cirebon). Ambil arah kota Kuningan dan hanya dalam hitungan menit, kita dapat mencapai kota Kecamatan Cilimus, yang berjarak 25 kilometer dari kota Cirebon. Setelah jalan mendaki sejauh beberapa kilometer di jalan Desa Linggajati, yang terletak di kaki gunung Ciremai (3.078 m), akan kita jumpai kawasan wisata lInggajati situs bangunan Perundingan Linggajati berdiri.
Pada tahun 1918 gedung ini milik Ibu Jasitem, yang bangunannya sama dengan kebanyakan warga Desa Linggajati yang rata-rata tersebut dari gedek bambu dan geratap rumbia, kemudian direhab menjadi bangunan seni permanen oleh suaminya (Tuan Tersana) pada tahun 1921. Kemudian rumah itu berpindah tangan kepemilikannya kepada keluarga Van Ost Dome yang tinggal di sana sampai tahun 1930. Pada saat ditinggali oleh keluarga Van Ost Dome, rumah itu sempat dipugar dan dibangun menjadi permanen. Tahun 1935 dikontrak oleh Hiker (bangsa Belanda) dan dijadikan Hotel bernama RUSTOORD, ketika Jepang menjajah bangsa Indonesia dan hotel ini diganti namanya menjadi Hotel HOKAY RYOKAN pada tahun 1942.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI maka hotel ini diberi nama Hotel Merdeka pada tahun 1945. Kemudian pada tahun 1946 di gedung ini berlangsung peristiwa bersejarah yaitu perundingan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda yang menghasilkan Naskah Linggajati sehingga gedung ini sering disebug GEDUNG PERUNDINGAN LINGGAJATI. Tahun 1948 – 1950 sejak aksi militer tentara ke II, gedung ini dijadikan markas Belanda. Setelah itu pada tahun 1950 – 1975 ditempati oleh Sekolah Dasar Negeri Linggajati. Kemudian pada tahun 1976, gedung ini resmi dijadikan sebagai museum memorial yang dikelola oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang kemudian dilimpahkan ke Dinas Pariwisata pada tahun 2001 – 2002.
Gedung yang kini sudah berumur lebih dari 88 tahun itu, masih tegak berdiri dan terawat baik, begitu juga dengan mebeler-mebeler antiknya yang menjadi bukti dan saksi biksu jalannya perundingan.
2.2. Isi Perundingan Linggajati
Pada akhir Agustus 1946 pemerintah Inggris mengirimkan Lord Kilearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tahun 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia Belanda yang dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggajati yang dimulai tanggal 11 November 1946.
Delegasi-delegasi Belanda dan Indonesia dalam rapat pada hari ini telah mendapatkan kata sepakat tentang persetujuan dibawah ini, hal mana terbukti dari pemaparan naskah yang tersebut dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia masing-masing berlipat tiga, untuk Pemerintahan Belanda dalam hal ini berwakilkan Komisi Jenderal dan Pemerintah Republik Indonesia berwakilkan Delegasi Indonesia, oleh karena mengandung keinginan yang ikhlas hendak menetapkan perhubungan yang baik antara dua bangsa Belanda dan Indonesia dengan mengadakan cara dan bentuk bangun yang baru, bagi kerjasama dengan sukarela yang merupakan jaminan sebaik-baiknya bagi kemajuan yang bagus, serta dengan kukuh teguhnya daripada kedua negeri itu, di dalam masa dan yang membukakan jalan kepada kedua bangsa itu untuk mendasarkan perhubungan antara kedua bangsa itu untuk mendasarkan perhubungan antara kedua belah pihak atas dasar-dasar yang baru, menetapkan mufakat seperti berikut dengan ketentuan akan menganjurkan persetujuan ini selekas-lekasnya untuk memperoleh kebenaran dari majelis-majelis perwakilan rakyat masing-masing.
Isi Pokok Persetujuan Linggajati :
1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa dan Madura.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk negara Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesisa – Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya
DELEGASI
Delegasi Indonesia :
1. Sutan Syahrir (Ketua)
2. Mr. Soesanto Tirtoprodjo (Anggota)
3. Dr. A.K. Gani (Anggota)
4. Mr. Muhammad Roem (Anggota)
Penengah dari Inggris
Lord Killearn
Delegasi Belanda
1. Prof. Ir. Schermerhorn (Ketua)
2. Mr. Van Poll (Anggota)
3. Mr. Amir Syarifuddin (Anggota)
4. Mr. Ali Budiarjo (Anggota)
2.3. Riwayat Gedung Perundingan Linggajati
Tahun 1918
Di tempat ini berdiri gubuk milik Ibu Jasitem
Tahun 1921
Oleh seorang bangsa Belanda bernama Tersana dirombak menjadi semi permanen
Tahun 1930
Dibangun menjadi permanen dan menjadi rumah tinggal Van Ost. Dome (Bangsa Belanda)
Tahun 1935
Dikontrak oleh Heiker (bangsa Belanda) dan dijadikan Hotel bernama Rustoord
Tahun 1942
Jepang menjajah bangsa Indonesias dan hotel ini diganti namanya menjadi Hotel Hokay Ryokan
Tahun 1945
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI maka hotel ini diberi nama Hotel Merdeka
Tahun 1946
Di gedung ini berlangsung peristiwa bersejarah yaitu perundingan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda yang menghasilkan naskah Linggajati sehingga gedung ini sering disebut Gedung Perundingan Linggajati.
Tahun 1945 – 1950
Sejak aksi militer tentara ke II, gedung ini dijadikan markas Belanda.
Tahun 1950 – 1975
Ditempati oleh Sekolah Dasar Negeri I Linggajati
Tahun 1975
Bung Hatta dan Sutan Syahrir berkunjung dengan membawa pesan bahwa gedung ini akan dipugar oleh Pertamina, tetapi usaha ini hanya sampai pembuatan bangunan Sekolah untuk Sekolah Dasar Negeri Linggajati
Tahun 1976
Gedung ini oleh pemerintah diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk dijadikan musium Memorial.
Read More......